03 Januari 2009

Koin

Koin (coin) atau mata uang logam, selain mempunyai nilai nominal, sering menjadi acuan yang sangat penting dan menentukan. Secara fisik koin mempunyai dua sisi yang berbeda, sering dipakai untuk mengundi terhadap dua pilihan seperti dalam memilih tempat pada pertandingan sepakbola, tapi bernilai setara. Jika pada satu sisi menyatakan harga nominalnya, di sisi lainya tertera legalitas atau mengekspresikan value atau bobot yang diusung oleh mata uang itu.
Karena itu koin juga sering dipakai untuk mengumpamakan dua hal setara yang saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem yang diharapkan berfungsi. Sebagai contoh, pada sekolah: majelis guru dan tata usaha bagaikan berada pada suatu koin. Sebaliknya koin dipakai pula untuk mempertanyakan adanya dua keadaan kontroversial yang muncul pada sistem yang sama. Jika pada satu sisi putih, akan sangat mengherankan jika sisi lainnya hitam. Jika ini berlaku pada manusia, sering dikatakan bermuka dua atau dalam bahasa agama disebut munafik.

Banyak riwayat yang menceritakan contoh orang-orang munafik ini; mengaku beriman tetapi di belakang menggunting dalam lipatan terhadap kaumnya. Dalam bentuk yang lebih ringan, banyak juga kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa menafikan diri kita sendiri yang kadang belum bisa tegas memisahkan yang baik dan buruk, hari ini tak kurang pula kita dapat menjumpai orang dengan sifat muka koin ini.

Akan sangat mengejutkan jika kita mendapati ada orang dari high rank yang bermuka dua; satu sisi sangat “jaim” bahwa dia pribadi baik dan mulia tapi dibaliknya ternyata dengan sengaja dan berani melakukan hal yang berlawanan. Hal itu hanya berdampak pada citra yang bersangkutan selama tidak bersentuhan langsung dengan pihak lain. Namun ketika itu sudah merugikan orang lain, apalagi secara vertikal, maka selain meruntuhkan citra juga akan bisa berdampak langsung, baik secara fisik seperti tindakan balasan ataupun hukuman.

Naudzubillahi min zalik, semoga Allah menjauhkan kita dari sifat negatif ini.