28 November 2008

HAMKA: Sang Legenda yang Istiqomah

Hamka tidak hanya produktif menulis tapi juga aktif di lingkungan media massa cetak. Sejak tahun 1920-an beliau menjadi wartawan beberapa koran antara lain Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Karirnya meningkat jadi editor majalah Kemajuan Masyarakat pada tahun 1928. Empat tahun kemudian, sebagai editor beliau sekali gus penerbit majalah al-Mahdi di Makasar. Selain itu Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Segala aktifitas dan produktifitasnya ini membuat Hamka mendapat appresiasi secara nasional dan antarbangsa. Pada tahun 1958 Universitas al-Azhar, Kairo, memberikan Hamka anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa dan tahu 1974 Universitas Kebangsaan Malaysia menganugrahkan gelar yang sama. Sementara itu pemerintah Indonesia memberikan kepadanya gelar Datuk Indomo dan Pengeran Wiroguno.

Kiprahnya yang bersinggungan dengan pemerintah berlanjut ketika pada tanggal 26 Juli 1977 Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia (MUI). Majelis ini dibawah kepemimpinannya telah menunjukkan reputasi yang disegani karena Hamka tegas dan sangat memegang keyakinannya. Ketika nasehatnya tentang larangan menghadiri perayaan Natal bagi orang Islam tidak diindahkan pemerintah, Hamka memilih mengundurkan diri pada tahun 1981.

Sejak itu beliau lebih banyak berdakwah dan beribadah sampai tidak lama kemudian jatuh sakit. Setelah dirawat selama tujuh hari di RS Pusat Pertamina akibat komplikasi penyakit gula dan jantung, pada hari Jumat tanggal 24 Juli 1981 atau 22 Ramadhan 1401 Hijriah jam 10.41 Hamka berpulang ke Rahmatullah. Berita duka ini terasa sangat menghentak dan nusantara berduka secara mendalam.
Hamka telah lama menghadap Sang Khalik yang dirindukannya namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan ummat dan agama Islam. Sikap istiqomah yang diperlihatkannya sepanjang hidup telah membawanya dari seorang anak guru di kampung menjadi seorang tokoh besar yang telah mengukir sejarah perjuangan, pergerakan, sastera, jurnalistik, dan kemajuan agama Islam di rantau Asia Tenggara. Dengan otodidak beliau berhasil mendapat pengakuan sebagai scholar melalui berbagai karya tulis dengan gelar Prof. DR. dari universitas terkemuka. Sudah sewajarnya rintisan yang telah dibuat Hamka dapat diteruskan oleh para generasi penerus sebagai salah satu wujud dari upaya mengisi kemerdekaan. Allahuakbar.

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah, http://salam.ui.edu/index.php/Sosial/Mengenang-Jalan-Istiqomah-Sang-Legendaris-HAMKA.html

27 November 2008

HAMKA: Sang Legenda yang Otodidak

HAMKA adalah akronim dari Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amrullah, seorang tokoh legendaris yang mengisi hidupnya dengan penuh makna sebagai ulama, sasterawan, dan politikus. Beliau yang sering dipanggil dengan Buya yang berarti ayah atau orang yang dihormati ini lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat tanggal 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Lahir dari keluarga guru dan ulama di desa yang indah di pinggir Danau Maninjau, Hamka mulai mengembangkan dirinya di surau, masjid, dan sekolah agama sampai menjadi seorang muda mandiri yang kemudian menjadi sosok yang besar.
Kiprahnya dimulai dari dunia pendidikan. Setelah mendalami agama dan mempelajari Bahasa Arab di Sumatera Thawalib, sekolah agama yang didirikan ayahnya di Padang Panjang, ketika baru berusia 19 tahun Hamka menjadi guru agama di Tebing Tinggi, Sumut; dua tahun kemudian dia mengajar di Padang Panjang. Kemampuannya yang didapat secara otodidak membawa Hamka menjadi dosen di Universitas Islam, Jakarta, dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang, tahun 1957-1958. Kemudian Hamka menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta, dan Profesor di Universitas Mustopo, Jakarta.
Dengan kemampuan bahasa Arabnya Hamka mendalami filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, Hussain Haikal, serta pemikiran para scholar Barat seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti dilalapnya dengan tekun. Hamka juga senang berdiskusi dengan HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo yang menjadikannya pandai dalam banyak hal dan seorang orator handal.

Sesuai dengan keinginannya untuk memerangi khurafat, bid’ah, dan kebatinan sesat yang masih membelenggu umat, rekam jejak Hamka dalam pergerakan Islam sangat kuat di organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti perkembangan Muhammadiyah sejak tahun 1925 dan tiga tahun kemudian menjadi ketua cabang di Padang Panjang. Tahun 1929 Hamka membentuk pusat latihan pendakwah Muhammadiyah sebelum dijadikan konsul Muhammadiyah di Makassar tahun 1931. Berbagai aktifitas ini mengantarkan Hamka menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 1946 dan sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah tahun 1953. Selain aktif berdakwah di dalam negeri, beliau juga aktif dalam berbagai forum ulama internasional.

Hamka juga sempat berkiprah di lingkungan pemerintahan tapi tidak bertahan lama karena lebih tertarik dengan pergerakan dan politik. Pada tahun 1951 Menteri Agama menunjuk Hamka jadi Pegawai Tinggi Agama namun jabatan itu ditinggalkannya ketika Presiden Soekarno meminta Hamka memilih sebagai PNS atau aktifis politik di Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Keterlibatan Hamka dalam politik sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1925 sebagai anggota Sarekat Islam. Pada zaman pra-kemerdekaan, beliau berjuang secara oral dan perang gerilya dalam hutan di Sumut agar Belanda tidak menjajah Indonesia kembali.

Pasca kemerdekaan Hamka makin merasakan asam garam politik. Tahun 1947 Hamka terpilih menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia dan anggota Konstituante Masyumi yang bertugas sebagai orator utama dalam Pilihan Raya Umum 1955 sampai kemudian pemerintah Indonesia mengharamkan partai itu pada tahun 1960. Dengan tuduhan pro Malaysia, Presiden Soekarno memenjarakan Hamka dari tahun 1964 hingga tahun 1966. Justru bagi Hamka “Penjara bukan sekedar tempat tahanan tetapi adalah Universitas kedua” yang dibuktikannya ketika dalam penjara itu beliau berhasil menulis Tafsir Al-Azhar yang merupakan karya terbesarnya; satu-satunya Tafsir Al-Qur’an tulisan seorang ulama Melayu yang gaya bahasanya mudah dicerna, sekali gus membuktikan kualitas intelektual Hamka sebagai seorang ulama besar nusantara.
Memang, selain seorang aktivis keagamaan dan politikus, Hamka adalah seorang penulis, wartawan, editor, dan penerbit yang sangat luar biasa. Selama hidupnya, Hamka melahirkan tidak kurang dari 79 karya tulis yang dimulainya sejak masih berusia dua puluh tahunan. Dari jumlah judul tulisannya, Hamka sangat produktif menulis ketika berumur 30 sampai 58 tahun. Puncaknya adalah pada tahun 1950 ketika beliau bisa menerbitkan 11 judul karya tulis.

Berbagai karya ilmiah Islam serta novel dan cerpen yang dihasilkannya mendapat perhatian yang luas ketika itu. Bahkan beberapa novelnya seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah, dan Merantau ke Deli, selain mendapat sambutan di nusantara, juga menjadi buku teks kesusasteraan di Malaysia dan Singapura (bersambung).

No News Good News

No News Good News merupakan ungkapan yang sering dipakai sebagai excuse jika berita yang mestinya ada tidak dapat dikirim atau disampaikan. Saya sudah beberapa hari ini merasakan hal yang sama karena belum berhasil menyelesaikan tulisan untuk mengisi blog.
Bukannya kurang bahan tapi waktu dan kesempatan lah yang masih membatasi menyelesaikan sebuah tulisan yang sedang terbengkalai. Bagaikan membaca alam ini, kalau kita mau rasanya tidak akan pernah habis yang dapat kita luahkan dalam buah pikiran kita. Tapi rupanya keterbatasan itu lah yang sudah pasti milik kita. Mudah-mudahan saya tetap diberi kemampuan dan keleluasaan untuk berpikir, menulis, dan berbuat yang mungkin baik dan bermanfaat bagi siapapun, sebagai pemenuhan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Alhamdulillah, so far, memang no news good news.

21 November 2008

Gubernur Riau 2008-2013

Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau untuk masa jabatan 2003-2013 dilantik oleh Mendagri hari ini, Jumat tanggal 21 November 2008 di Gedung DPRD Provinsi Riau. H.M. Rusli Zainal, SE, MP sebagai Gubernur dan H.R. Drs Mambang Mit sebagai Wakil Gubernur adalah hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Provinsi tanggal 22 September 2008 yang dilakukan secara langsung. Meskipun tingkat partisipasi hanya 40,68 persen atau 1.912.433 dari jumlah yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 3.223.967 jiwa, pasangan ini adalah Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2008-2013 yang legitimate .

Sebagai konsekuensinya, seluruh komponen pemerintahan dan masyarakat harus mendukung dan membantu keberhasilan pelaksanaan tugas keduanya. Adanya perbedaan pandangan dan aliran politik selama proses pemilihan adalah suatu hikmah dan hal yang wajar saja namun sejak hari ini semuanya harus dikonvergensikan kembali mengarah pada kejayaan Riau dan kemaslahatan masyarakat. Tentu banyak keinginan dan harapan positif yang ditumpukan pada kedua pimpinan daerah ini tapi lebih penting lagi memberikan waktu dan kesempatan kepada keduanya untuk bekerja dengan leluasa.

Riau dengan segala problematika, tantangan, dan peluangnya memerlukan konsentrasi, upaya yang fokus, kerja keras aparatur, dan partisipasi seluruh komponen masyarakat. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menekan angka tingkat kemiskinan masyarakat, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (lahir dan bathin), dan mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk peningkatan ekonomi daerah secara luas.

Selamat bekerja pak Gubernur dan Wakil Gubernur, semoga Allah meridhoi kita semua.

15 November 2008

Kateter Jantung: Pengalaman Mendebarkan

Kateter jantung atau Coronary Angiogram adalah suatu proses medis untuk mengetahui kelancaran aliran darah dalam jantungi. Ketika menjalaninya, yang membuat saya cemas adalah tidak sesuainya ekspektasi saya bahwa kateter ini hanya sebuah tes biasa-biasa saja dengan pelaksanaan yang sebenarnya; pemeriksaan ini mempunyai proses seperti satu operasi ringan. Prinsipnya akan dimasukkan seutas selang ke dalam jantung melalui pembuluh darah kemudian melalui itu disemburkan sejenis cairan sensor yang tertangkap oleh “mata” peralatannya untuk dilihat di sebuah TV monitor. Cairan itu diteliti alirannya mengikuti darah sehingga dapat diketahui jika ada saluran atau urat darah di jantung yang menyempit atau tersumbat.



Karena nadi di tangan saya sempit maka akan dilakukan melalui nadi di paha dan dalam prosesnya bisa jadi akan ada pembiusan lokal atau total jika perlu. Sungguh tidak nyaman saya yang tidak sakit dan sepenuhnya sadar dipersiapkan untuk masuk ruang operasi. Saya harus menggunakan pakaian pasien yang hanya satu lapis dan karena di sekitar paha harus digunduli. Bagaikan PSSI yang kalah telak lawan kesebelasan Eropa, saya pasrah dicukur seorang petugas laki-laki dan jadi bahan candaan para perawatnya yang servicing dan ramah. Juga cukup pedih ketika perawat itu memasukkan sebuah jarum untuk pentil injeksi di nadi sekitar pergelangan yang baru berhasil setelah melakukannya dua kali.
Perasaan jadi lebih tidak enak lagi ketika mereka memasang gelang identitas pasien di lengan kiri dan saya harus menandatangani surat-surat pernyataan persetujuan terhadap resiko operasi yang mungkin timbul, padahal masuk rumah sakit itu seorang diri. Mungkin karena tahu saya gelisah, sebelum masuk ruang operasi saya diberi tiga butir pil warna putih ukuran sedang yang membuat saya akhirnya memilih berzikir dalam hati. Ranjang tempat saya tidur yang didorong pelan-pelan menuju ruang operasi, rasanya bagaikan roller coaster yang meluncur laju menuju meja operasi dan lalu disterilisasi dengan semacam antiseptik dan alkohol oleh dua orang suster. Sambil menunggu saya berfikir tentang kejutan terburuk yang akan terjadi dari pemeriksaan yang biayanya sekitar MR3100.00 ini sehingga mendorong saya terus berzikir sampai kurang lebih setengah jam sampai kemudian ketika Dr Nik masuk ruang operasi.
Melihat saya masih bangun, Dr Nik menyarankan saya tidur saja. Tapi karena malah banyak bertanya tentang proses pemeriksaan itu, sebaliknya dia malah menjelaskan secara ringkas prosesnya dan menganjurkan untuk sekalian ikut melihat ke TV monitor. Kemudian setelah menyebutkan bahwa akan sedikit pedih, dengan mengucapkan Basmallah dia menyuntikkan bius lokal di paha saya.

Selain rasa sakit ketika menyuntikkan bius itu, pemeriksaan yang berjalan hanya sekitar tiga puluh menit itu berjalan aman lancar. Saya dapat melihat bagimana dia menyorongkan selang biru muda dengan ukuran sekitar dua kali senar raket tennis ke dalam nadi paha saya kemudian muncul di dalam jantung tanpa saya merasa sakit atau tidak enak sama sekali. Dr Nik melalui selang itu menyemprotkan cairan tertentu ke dalam jantung dan mengamati alirannya sambil merubah-rubah posisi mata sensor serta memberikan penjelasan kapada saya. Jika ada penyempitan maka akan terlihat di monitor seperti yang ditunjuk dengan panah di gambar kiri ini (hasil orang lain sebagai contoh saja).
.
Alhamdulillah, Dr Nik menyalami saya dan menyampaikan rasa syukurnya bahwa tidak ada sama sekali penyumbatan atau penyempitan pembuluh dalam jantung saya. “Insya Allah bapak tidak perlu pemeriksaan seperti ini lagi dalam lima tahun ke depan. Tinggal jaga makan dan kesehatan saja,” ucapnya berlalu untuk menyiapkan laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan nyeri dada itu kemungkinan besar karena kejang otot dada, sedangkan pitam itu masih harus didiagnosa lebih jauh. Namun dengan hospitality Dr Nik dan rekan kerjanya serta hasil kateter jantung itu membuat saya merasa jauh lebih sehat. Bagaimanapun, saya bersyukur kepada Allah yang memberikan jantung sehat.

Dengan rasa syukur itu, ringan saja rasanya menjalani bed rest untuk kaki kanan selama enam jam kemudian. Handphone saya minta kembali dan mulai menyusun redaksi kata-kata dan berita yang menggembirakan kepada isteri dan memasang niat untuk menulis pengalaman ini untuk berbagi pada orang lain yang mungkin perlu. Juga memasang tekad tetap akan mempertahankan pola hidup sehat yang sudah berlangsung selama ini. Jam 23.00 malam itu dengan rasa syukur saya kembali ke hotel saya yang berada di seberang rumah sakit itu. Allahuakbar.

Sumber gambar:
www.mimg.com/cardiology_faq.html (coronary angiogram)
http://www.thewellingtoncardiacservices.com/our-treatments.asp (coronary angiogram1)
wo-pub2.med.cornell.edu/cgi-bin/WebObjects/Pu... (angio2)
http://www.jeffersonhospital.org/kit/heartcare/article14488.html (penyempitan)

Kesehatan Jantung: Cukupkah Pemeriksaan EGC dan Treadmill?

Ketika usia menginjak kepala lima, saya merasa sudah harus lebih memperhatikan kesehatan, termasuk jantung. Jika ketika kuliah dulu saya bisa main badminton single dalam puasa sampai jam sembilan pagi, maka sebagai konsekuensi usia, secara berangsur jenis dan durasi olahraga juga sudah saya sesuaikan. Demikian pula asupan, selain tidak merokok, saya mulai menahan diri terhadap makanan yang kurang sehat khususnya yang mengancam kesehatan jantung.

Langkah ini saya ambil dalam lima tahun terakhir karena awareness pada usia dan pernah beberapa kali merasakan rasa kurang enak di dada. Hasil konsultasi ke Dokter Nik spesialis jantung di Malaka enam tahun lalu, berdasarkan ECG dan treadmill ketika itu (bisa 12 menit) kerja jantung saya baik meskipun ada sedikit ketidakseimbangan kerjanya. Untuk itu saya diberi obat yag mengandung aspirin sebagai pengencer darah dan dibekali juga obat yang ditaruh di bawah lidah jika keadaan darurat. Juga dianjurkan untuk mengurangi atau menghindari makanan yang enak-enak seperti durian, kambing, dan makanan bersantan (padahal yang namanya gulai tunjang, gajeboh, sup kikil bang kumis jadi makanan favorit).

Ditambah lagi dengan anjuran untuk olahraga secara kontinyu dan melakukan pemeriksaan rutin, vonis ini tentu cukup menyentak dan rasanya membatasi kebebasan selera. Sementara rasa nyeri di dada masih muncul kira-kira dua bulan sekali, semua saran dokter saya jalankan. Sinkron pula dengan semangat sang isteri, setiap pagi saya mulai dengan sarapan serius yang dilengkapi dengan segelas jus buah dan secangkir susu yang semuanya pakai madu sebagai ganti gula. Saya juga mengkonsum obat herbal untuk menjaga fungsi hati dan meskipun tidak begitu merasakan faedahnya saya memakan aspirin yang dibekali Dokter Nik sampai habis serta berupaya olahraga secara teratur. Alhamdulillah obat darurat tidak pernah dipakai dan pada kondisi puncak masih bisa lari-lari kecil selama 30 menit. Meskipun cenderung mengurangi makan malam, sekali-sekala masih menyantap makanan-makanan favorit.

Mengikuti anjuran dokter, saya juga melakukan cek kesehatan berkala secara mandiri. Kira-kira tiap tiga bulan ke laboratorium sehingga sering disangka sakit tiba-tiba. Saya jadi terbiasa kena tusuk jarum suntik di hasta untuk pengambilan darah yang lengkap dengan puasa guna pemeriksaan kolesterol, kadar gula darah, fungsi hati, asam urat dan sebagainya. Para petugas di lab sampai hafal nama, alamat, serta selalu dapat kiriman hadiah ulang tahun dan kartu lebaran. Pada umumnya hasil lab itu baik; jika nilainya ada yang berada di luar range, baru saya konsultasi ke dokter.

Demikian pula dengan hasil ECG atau treadmill yang sudah saya lakukan tiga kali sesudah yang pertama dulu, hasilnya selalu baik. Treadmill terakhir beberapa bulan lalu di RSHK Jakarta masih bisa mencapai waktu 9 menit ketika dihentikan karena dianggap cukup. Yang mengherankan rasa nyeri itu masih muncul, biasanya ketika tidur sehingga saya jadi terbangun. Baru hilang kalau sedikit menggerak-gerakkan bagian dada dan minum air hangat. Pernah, ketika muntah dan batuk terlalu kuat saya mengalami pitam beberapa detik.

Keadaan ini tentu mencemaskan dan berdasarkan sedikit cerita seorang teman yang juga pasien Dr Nik, saya jadi ingin ada pemeriksaan jantung yang lebih advanced. Ketika ada kesempatan sehabis perundingan bilateral Sosek Malindo di Malaka hari Kamis 13 November 2008 lalu, saya menjumpai Dr Nik dan menyampaikan keluhan saya. Menurut sang internist, ECG dan treadmill telah memadai dan tingkat kebenarannya mencapai 85 persen. Artinya, kalau hasilnya buruk kemungkinan besar si pasien memang ada masalah tapi jika hasilnya bagus sudah memadai untuk dipedomani meskipun tidak pasti. Namun karena keluhan nyeri dada dan pitam saya, akhirnya kami bersepakat untuk melakukan pemeriksaaan jantung dengan cara kateter (catheter, Coronary Angiogram) yang membuat saya sangat tegang dan berdebar (Bersambung ke Kateter Jantung: Pengalaman Mendebarkan) .

Sumber gambar:
www.fastresponse.org/latest1/?page=courses/EKG_12 (EGC)
www.umpa.com/Card_Noninvasive_Serv.asp (treadmill)

14 November 2008

Maninjau: Kampung Halaman Buya Hamka




Ketika kami --The Backpackers--berkunjung ke Maninjau, setelah menikmati panorama indah ketika menuruni Kelok 44 dan sampai ke tepi danau, kami meneruskan perjalanan ke kampung halaman Buya Hamka (tentang sang legenda akan saya tulis khusus). Asal sang ulama dan pujangga besar itu adalah Kampung Molek, Nagari Batang, Kecamatan Tanjung Raya yang berjarak kurang lebih 15 Km dari ujung bawah Kelok 44. Menyusuri jalan aspal kecil di sisi kiri danau ke arah Barat, kami melalui banyak kampung dan lahan pertanian dengan suasana perdesaan yang cukup maju.



Rumah-rumah banyak yang bagus dan penduduk sepanjang jalan itu nampaknya memanfaatkan lahan dan potensi Danau Maninjau. Sawah dan ladang yang subur dikombinasikan dengan usaha perikanan menjadikan suasana di perkampungan sepanjang danau itu sungguh unik. Pepohonan, rumah, dan masjid yang berada di pinggir danau membuat pemandangan yang indah dan spesifik sehingga saat ini telah mengundang menculnya beberapa homestay. Di lingkungan inilah Buya Hamka lahir dan melalui masa kecilnya.

Sampai di Kampung Molek kami dengan mudah menemukan rumah dimana Hamka lahir karena sudah dijadikan museum. Rumah itu terletak dikaki bukit sebelah kiri jalan menghadap ke arah danau. Selain rumah itu, dalam halaman yang sama juga terdapat beberapa bangunan lain yang berkaitan dengan keluarga besar Hamka yang sekarang juga sudah dijadikan sebagai bagian dari museum. Bangunan-bangunan dan lingkungannya sudah dipugar dengan asri dan artistik ala rumah adat "bagonjong" Minangkabau.
Dibayangi oleh kebesaran Buya Hamka, kami rasanya tidak sabar untuk masuk ke dalam museum itu. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya petugas pintu museum itu datang dan membukakan kami pintu. Sebagaimana lazimnya di kampung, rumah yang berkaki itu tidak terlalu besar dengan beberapa kamar dan lebih didominasi oleh ruang bersama. Sudah menjadi tradisi di Minangkabau bahwa kamar hanya untuk orangtua dan anak gadis sedangkan para bujang sudah berkumpul dan mondok di surau atau masjid. Kamar-kamar itu masih didandani dengan perabot dan katil berkelambu layaknya masih dihuni kakek dan orangtua Buya Hamka.

Barang-barang peninggalan dan karya tulis Hamka dipamerkan di ruang bersama itu. Ada foto-foto lama dan reproduksi, tulisan tentang aktifitas Buya Hamka, barang-barang keperluan pribadi, dan karyatulis Buya Hamka. Museum dan isinya terlihat dibangun dan dipelihara dengan serius , meskipun saat ini bukan dikelola pemerintah tapi oleh keluarga. Para keluarga sang Buya, selain mengelola kompleks museum itu juga menyediakan cendera mata dan buku-buku karya Buya Hamka di sebuah rumah di depan museum.

Masalah pengelolaan ini nampaknya bisa mengancam keberadaan museum ini. Museum Hamka ini tentu seyogyanya dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan secara teratur mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengappresiasi karya dan pemikiran Buya Hamka. Tumpuan kepada pengunjung secara apa adanya tentu akan berdampak resiprokal pada penampilan museum ini dan pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaannya. Mudah-mudahan didapat titik temu antara pemerintah dan keluarga sehingga museum ini tidak jadi point of interest dengan tampilan sekenanya tapi jadi asset sejarah dan intelektual di Sumatera Barat khususnya, Indonesia umumnya. Semoga Buya Hamka tetap mendapatkan pahala dari pemikiran dan karya yang ditinggalkannya.

(Sumber 2 foto: travel.webshots.com/photo/2748533390027844447..., http://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-,%20Pahttp://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-Padang_Sumatra.htmlhttp://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-Padang_Sumatra.html)

10 November 2008

Hari Pahlawan: Bisa Merinding

Senin 10 Nopember 2008 adalah Hari Pahlawan. Instansi-instansi pemerintah melakukan upacara bendera yang diikuti dengan acara Ziarah Nasional ke taman makam pahlawan (TMP). Setiap kali, ziarah TMP memberikan suasana khas.

Tidak seperti pemakaman umum lainnya yang penuh rumput dan semak, TMP yang layoutnya teratur senantiasa terpelihara kebersihannya. Lingkungan TMP layaknya juga seperti taman yang dihiasi dengan tanaman dan pepohonan secara rapi dan terawat. Dalam keindahan itu, deretan nisan makam para pahlawan yang demikian banyak itu menegakkan bulu roma.

Meski mereka yang dimakamkan di TMP dari generasi yang berbeda, ada satu hal yang sama pada mereka: semangat pengorbanan demi bangsa ini. Jika kita sempat mengamati salah seorang dari mereka ketika hidup, Insya Allah ia adalah seorang yang memang pantas ditauladani. Sebagian besar kita memang tidak melihat langsung ketika mereka berjuang dulu tapi sikap siap berkorban untuk kepentingan luas ini masih tercermin dalam masa sisa hidup mereka.

Jika sebagian dari kita bisa mentauladani dan menerapkan sebagian pula dari sikap mereka yang sudah disemayamkan di TMP, tak terbayangkan dampaknya pada akselerasi dan ketertiban kehidupan kita berbangsa. Itulah yang mestinya membuat kita merinding ketika mengunjungi TMP.

Sementara upacara ziarah berlangsung khidmat, roda kehidupan sebagian besar warga masyarakat di luar TMP tetap berjalan sebagaimana biasa.

08 November 2008

Cicipilah Makanan Walaupun ke Negeri Cina

Kalau berkunjung ke negeri Cina (termasuk Taiwan & Hongkong), makan memang agak menjadi masalah. Di se antero dunia Chinese Food memang sudah terkenal, namun dari segi rasa belum tentu di semua kota di Cina sana sesuai dengan lidah seorang Melayu dari nusantara. Selain masalah rasa, bagi seorang Muslim pula cukup sulit untuk bisa makan dengan santai dan nikmat.

Ini bukan sekedar masalah selera tapi yang lebih prinsipil lagi adalah kepatuhan pada tuntunan hidup. Pengalaman saya berkunjung ke berbagai kota di Cina (termasuk di Taiwan: Taipei dan Hualien), meskipun dalam kunjungan wisata atau bisnis yang dengan guide, soal makan terpaksa jadi agenda khusus. Rasa sedap makasan Cina di negeri kita tidak mudah kita jumpai di sana karena rupanya itu memang berasal dari daerah-daerah di bagian Selatan atau Tenggara. Di restoran terapung Hongkong yang terkenal dan tarifnya selangit itu misalnya, masakannya memang "masuk" tapi di daerah lain rasa dan baunya agak berbeda; cenderung seperti bau obat tradisional Cina.

Dari sisi ingredient, perlu ekstra hati-hati. Konsep halal yang kebanyakan dimengerti mereka hanya soal ada atau tidak adanya "bak" (pork) dalam masakan itu. Restoran-restoran di sana tidak tahu bahwa yang masuk dalam golongan tidak bisa dikonsum seorang Muslim juga derivativenya seperti minyaknya (lard). Selain itu binatang hidup di dua alam (contohnya swike), dan golongan unggas yang tidak disembelih. Walaupun masalah sembelih ini bagi sementara pihak masih debatable jika kita di luar negeri, yang jelas hal ini tentu menimbulkan was-was di hati.

Pengalaman saya dan sekitar 15 teman beberapa bulan lalu di Shanghai cukup unik. Karena pilihan tempat makan halal terbatas (umumnya restoran timur Tengah atau Chinese Food orang asal Indonesia, tapi tetap ada menu tidak halalnya) dan sudah mulai bosan dengan rasa-rasa yang kurang pas itu, ketika malam terakhir di Shanghai kami dijamu dinner oleh beberapa pengusaha anggota Chamber of Commerce sana kami minta dengan makanan Muslim. Semua bergembira dan memang dari 19 jenis menu yang disajikan satu persatu, dari segi rasa "masuk", termasuk sejenis sup seperti sup kepala ikan yang rasanya asam, asin, pedas.... Nano-nano dan gurih lah pokoknya sehingga pada mau nambah.

Ketika mau minta tambah itulah ada yang nanya, ternyata itu swike yang menurut pengertian mereka, termasuk rekan kita Indonesian Chinese, tidak tahu bahwa itu tidak halal. Beberapa orang yang tahu langsung berlari ke kamar mandi, sementara yang tidak ikut makan pada terbahak-bahak yang mengherankan para host sampai akhirnya diceritakan. Saya yang berada di meja lain juga sempat tambuah setengah mangkok lagi dan menikmati dengan santai. Ketika pagi-pagi besoknya saya diberitahu, terjadi reaksi otomatis dan ketika lari ke kamar mandi sudah tidak ada lagi yang keluar.

Belum lagi masalah peralatan masak dan makan yang dipakai, seperti pisau, periuk, kuali, pinggan-mangkuk, dan alas pemotong daging (talenan). Jika itu tercampur dengan yang tidak halal tentu ada syariah atau ketentuan fiqh yang harus dipenuhi sebelum kita bisa menikmati makanan yang dihasilkan dari proses itu. Banyak restoran yang menyajikan masakan Muslim tapi rupanya hanya labelnya saja; juga tidal layak menggunakan predikat itu jika ternyata dilengkapi pula dengan belly dancing. Karena itu jika berkunjung ke Cina memang harus ketat dalam agenda makan.

Jika menggunakan travel agent, sejak awal sudah harus dibuat komitmen tentang agenda makan ini, termasuk defenisinya, mulai waktu pesan tiket pesawat. Seandainya ada, lebih baik memilih seafood atau telur dan sayur-sayur atau vegetarian yang masih bisa dijumpai di berbagai tempat. Sebagian orang berpendapat, golongan unggas juga termasuk yang dapat dikonsum karena dianggap disembelih oleh saudara para ahli kitab atau darurat. Namun karena debatable tadi, lebih baik menghindarinya. Masih banyak makanan lain yang bisa membantu kita tetap segar dan sehat untuk beberapa hari dan dapat dinikmati tanpa rasa was-was.

Sangat bagus sekali jika dalam rombongan ada rekan kita yang bisa berbahasa Mandarin sehingga sekali gus bisa membantu memeriksa ingredient dan sekali gus sebagai taster, kalau tidak mau makan menu istimewa, misalnya ikan steamed dengan kacang mete tapi rasa jamu. Jadi, kalau bisa bawa seorang Chinese spoken taster, cicipilah makanan walaupun ke Negeri Cina.