27 Januari 2010

K o t a (harapan kita)

Dari berbagai kegiatan pembangunan yang kita lihat di jalan-jalan protokol Pekanbaru, kota ini terus bersolek menuju visinya dan sebagai ibukota dari provinsi yang menjangkakan jadi pusat perdagangan dan kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020. Kota ini juga sudah banyak menuai prestasi dan mendapat pujian orang-orang yang berkunjung, khususnya terhadap kebersihan dan jaringan jalannya. Sebagai warga kota tentu kita cukup bangga meskipun masih ada berbagai hal di sana sini yang masih kita harapkan perbaikannya.

Kota yang merupakan suatu kawasan padat hunian dengan berbagai fungsi campuran masih merupakan pilihan utama untuk tinggal. Berbeda dengan di daerah pedalaman atau perdesaan (rural area), daerah perkotaan memiliki berbagai infrastruktur dan fasilitas dasar serta berbagai penunjang seperti hiburan dan pasar. Karena itu bagus tidaknya suatu kota, orang awam pun dapat menilainya berdasarkan kriteria yang sederhana pula.

Salah satu tolok ukur awam adalah bagus tidaknya sistem transportasi atau angkutan kota. Sistem ini tentu memerlukan sarana dan prasarana yang memadai, yang terkait ke fasilitas pejalan kaki atau pedestrian. Pada banyak kota yang baik, sistem angkutan umum dipadukan dengan jalur sepeda dan pedestrian sehingga orang merasa nyaman.

Tolok ukur yang kedua adalah keasrian kota yang disigi dari keteraturan tata ruang, arsitektur bangunan, kebersihan, penghijauan, drainasi, pedestrian, taman kota, dan sejenisnya. Bersinergi dengan tolok ukur lain seperti kebutuhan dasar (kesehatan dan pendidikan), keamanan, listrik, telepon, maka tolok ukur yang ketiga adalah sarana ekonomi serta hiburan seperti pusat perbelanjaan, objek wisata, atraksi, event, kuliner, dan sebagainya akan ikut menentukan penilaian terhadap suatu kota.

Semua tolok ukur ini menentukan rasa nyaman berada di kota itu, baik sebagai penduduk maupun pengunung. Banyaknya jumlah pengunjung kota mendorong intensitas berbagai kegiatan ekonominya yang dapat meningkatkan pendapatan kota. Sebagai contoh dapat kita perhatikan beberapa kota yang mengandalkan banyaknya pengunjung untuk berbagai keperluan.

Kota Metro Paris dengan penduduk sekitar 12 juta jiwa merupakan kawasan perkotaan terpadat di Eropa. Sudah menjadi permukiman penting di Eropa sejak lebih dari dua abad lalu, Paris adalah salah satu pusat bisnis dan budaya yang utama di Barat. Ditambah pula dengan berbagai kegiatan politik, pendidikan, hiburan, media, fashion, sains, seni, dan pusat organisasi internasional (UNESCO, OECD, ICC), menjadikan Paris sebagai kota global terbesar di dunia. Akan tetapi kota ini menyediakan sistem transportasi yang baik, baik prasarana jalan dan pedestrian yang asri maupun sarana angkutan umum massal seperti kereta bawah tanah (subway atau Metro) dan bus kota.

Dengan kondisi itu dan berbagai marka pariwisata terkenal seperti Menara Eiffel dan lukisan Monalisa di Museum Louvre serta berbagai atraksinya, tidak heran kalau Paris merupakan kota tujuan wisata terbesar di dunia. Paris dikunjungi tidak kurang dari 30 juta orang per tahun yang tentunya membawa berbagai ikutan ekonomi. Keadaan ini menjadikan Paris sebagai kota ekonomi terbesar di Eropa, terbesar kelima di dunia dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2006 sebesar €500,8 milyar atau sekitar seperempat PDB Perancis (www.wikipedia.com).

Sudah kita fahami pula bahwa Singapura yang tanpa sumberdaya alam berarti tapi bisa maju melaui perdagangan dan jasa, melengkapi diri dengan berbagai keunggulan kotanya. Sistem angkutan umum massal berupa Mass Rapid Transport (MRT) dan bus di Singapura sangat baik dan bagus sehingga para pekerja white collar berdasi pun bisa menggunakan MRT sambil membuka netbook dengan aman. Singapura yang pernah menyebut dirinya sebagai Garden City juga tempat yang nyaman untuk jogging atau berjalan kaki, di sepanjang Orchard Road misalnya sehingga tak terasa sudah menghabiskan dollarnya. Dari kunjungan sekitar 9 juta orang turis ke Singapura diprediksi menghasilkan pendapatan sebesar US$ 9 miliar (www.inilah.com)

Karena tidak adil kalau kita membandingkan kota-kota kita seperti Pekanbaru dengan Paris dan Singapura, bisa kita cermati hal-hal yang luar biasan di beberapa kota kecil di luar negeri. Sebagai contoh, di Halifax, ibukota Provinsi Nova Scotia, Kanada yang berpenduduk sekitar 359 ribu jiwa, angkutan bus kota Trans Metronya dikelola dengan baik dan tepat waktu. Kita dapat mengetahui jadual bus jurusan tertentu yang lewat di suatu halte secara real time melalui telepon dengan memasukkan nomor rute dan haltenya. Entah kapan kita bisa dapat merencanakan waktu perjalanan kita dengan kendaraan umum dengan baik demikian, di Jakarta sekali pun.

Jika kita lihat pula Darwin, sebuah kota kecil berpenduduk 120 ribu jiwa yang beriklim tropis di bagian Utara Australia, pengelolaan kota secara baik tetap menghasilkan banyak kunjungan wisata meskipun memiliki sedikit objek yang memadai. Di negeri kaya bahan tambang dan migas ini, pariwisata adalah industri utama; tahun 2006, sekitar 1,38 juta orang yang berkunjung ke Darwin menghabiskan lebih dari A$1,5 milyar yang melibatkan lebih dari 14.000 lapangan kerja (www.wikipedia.com)

Bagaimana gambaran kota-kota kita dari ke tiga tolok ukur di atas, masing-masing kita sedikit banyak dapat merasakannya. Rasanya kita akan sepakat kalau masih banyak yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, baik dari wawasan, konsep, dan pengelolaan transportasi, keasrian kota, dan sarana ekonomi dan hiburan. Tentunya ini tetap menjadi bagian dari pengembangan usaha-usaha perberdayaan masyarakat dan dunia usaha menuju kemaslahatan masyarakat lahir dan batin. Semoga.