10 Februari 2009

Cara Mencari Jodoh

Cara mencari jodoh mungkin hal sederhana bagi sebagian orang tapi merupakan masalah besar bagi banyak yang lain. Menjadi sederhana kalau kita memasang kriteria yang sedikit dan sederhana pula karena terburu-buru atau menerima seadanya; akan menjadi lebih sulit kalau kita menentukan dengan kriteria yang lebih banyak dan rumit karena sudah bermimpi jauh terbang ke awan. Di antara kedua kutub itu tentu ada kombinasi kriteria dan kemudahan atau kesulitan dalam mencari jodoh itu yang pada umumnya dirasakan oleh orang muda yang berharap dapat melukis masa depan nan indah dan langgeng.

Suatu kali, saya berbincang-bincang secara virtual (chatting) dengan seorang anak lelaki saya tentang berbagai hal sebagai dua orang lelaki. Bincang-bincang yang akan lebih sulit terjadi jika berhadapan langsung ini akhirnya sampai pada bagaimana cara memilih calon pasangan hidup. Sesuai dengan pengetahuan yang terbatas dan dibumbui pula dengan pengalaman pribadi sang ayah, bincang-bincang ini tentu sangat subjektif dan kurang mendalam. Saya hanya bisa menyinggung sedikit tentang akseptibilitas, toleransi, pedoman dalam agama, dan bibit-bobot-bebet. Juga sempat saya ungkapkan bahwa lewat orangtua adalah jalan yang baik. Namun dalam hati, ini tetap terasa menjadi suatu pending matter yang harus dituntaskan kemudian.

Topik ini menjadi perhatian saya kembali ketika membaca hal itu di rubrik konsultasi sebuah koran (Riau Mandiri, 8 Februari 2009). Ini nampaknya "kuno" tapi demikianlah tuntunan yang ada yang Insya Allah lebih baik dari sekedar bibit-bobot-bebet itu atau cara-cara yang lain. Untuk lebih jelasnya lebih baik saya kutipkan bagian penjelasan yang diberikan oleh H. Roudhatul Firdaus, Lc yang mudah-mudahan berguna bagi anak-anakku serta pembaca lainnya, sebagai berikut:

Menurut Islam pernikahan bukan sekadar wadah memenuhi kebutuhan biologis saja, namun lebih dari itu adalah sarana beribadah kepada Allah swt. dan sebagai satu-satunya sarana yang sah untuk menurunkan keturuanan dalam ikatan rumah tangga yang damai dan teratur.
Pernikahan juga akan mengantar manusia kepada ketentraman yang membebaskan diri dari kegelisahan dan rasa gundah gulana. Tapi sebaliknya rumah tangga akan menjadi sebuah neraka kecil apabila tegak di luar landasan Islam.
Secara umum Rasulullah saw. telah meletakkan rambu-rambu dalam menjatuhkan pilihan terhadap pasangan hidup yang ideal. Beliau bersabda: “Kalau ada yang meminang kepadamu, kamu senang pada akhlak dan agamanya, mak nikahlah dengannya karena kalau tidak demikian, akan menjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” (Hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dalam riwayat lain disebutkan: “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kemuliaannya, kecantikannya, dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, niscaya anda memperoleh keberkahan.” (Bukhari dan Muslim)
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa seseorang yang berniat menikah hendaknya mengutus kurier yang jujur dan dapat dipercaya untuk meneliti akhlaq dan tabiat orang yang akan dijadikan sebagai suami/isteri. Beliau berkata: “Perhatikan bagaimana agamanya, pendiriannya, budi pekertinya, kejujurannya, keluarga dekat pengasuh di rumahnya. Begitu pula dengan ketekunannya dalam shalat berjamaah dan kejujurannya dalam berjual-beli serta di tempat bekerja dan hendaklah dititikberatkan pada agamanya, bukan hartanya.”
Saran kami, anda perlu melibatkan keluarga dan orang-orang terpercaya untuk membantu anda dalam menentukan pilihan. Jika anda menentukan pilihan melalui pacaran, dikhawatirkan anda akan terjebak dalam permainan emosional dan irrasional sesaat. Wallahu a’lam.

Mudah-mudahan ini manfaat dan Allah meridhoi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar