03 Februari 2009

Basa-Basi versus Kesantunan

Basa-basi dan kesantunan makin sulit dibedakan orang hari ini. Kadang basa-basi menjadi penting karena dianggap sebagai suatu kesantunan yang mempengaruhi sikap penerimanya; sebaliknya bagi sementara orang, kesantunan kurang penting karena dianggap sebagai basa-basi yang hanya akan membuang waktu dan energi saja.

Secara prinsip keduanya memang berbeda. Basa-basi hanyalah bagian dari komunikasi yang lebih bersifat artifisial, misalnya sapaan, atau mungkin bisa juga "ice breaking" yang berfungsi lebih sebagai pengantar. Tergantung pada pelaku dan tujuannya, kata-katan yang dipilih, dan cara serta suasana penya,paiannya, basa-basi bisa menjadi interaksi yang bagus atau malah mejadi tingkah memuakkan. Tak heran jika basa-basi belakangan ini lebih berkonotasi negatif karena sering dimunculkan dalam bentuk puja-puji yang berlebihan.

Sebaliknya kesantunan lebih merupakan cara berkomunikasi. Berakar dari nilai-nilai luhur primordial, kita diajarkan untuk menghormati orang lain. Tidak hanya orangtua yang memang sudah jadi kewajiban masing-masing atau yang dituakan tapi ada bidal yang mempersonafikasikan demikian: yang ditinggikan se ranting, yang didahulukan se langkah; tanpa menghiraukan usia, jender, ataupun harta benda. Bahkan kadang itu juga perlu dilakukan terhadap orang yang kita anggap pada taraf yang kita anggap lebih rendah. Itulah sebabnya melakukan kesantunan pada orang lain ini tidaklah semudah mengatakannya, apalagi pada zaman sekarang.

Banyak orang menganggap kesantunan juga semacam basa-basi yang merepotkan untuk dikerjakan. Sementara ego dan nafsu kita berkehendak untuk menggelembungkan diri kita, kesantunan memerlukan kesabaran untuk mengecilkan diri sendiri terhadap orang kepada siapa kita sedang berinteraksi. Namun bila kerendahan hati itu diungkapkan dengan cara yang “lebai” maka kesantunan juga bisa jatuh ke jurang basa-basi yang berkesan negatif. Di sisi lain interaksi yang tidak santun juga akan berkesan negatif karena terasa tidak sopan dan kasar; tidak jarang akan berbuntut pada perselisihan atau konflik anarkis.

Karena itu, kesantunan secara proporsional tetap merupakan pilihan terbaik dalam komunikasi dan interaksi antar anak manusia yang masih memegang adab atau budaya kemanusiaan (civilized humanism). Dengan kesantunan kita tetap bisa tegas dan jelas pada siapapun tanpa terjebak pada basa-basi atau kata-kata kosmetik yang kadang menjurus pada lain di mulut lain di hati atau beda di muka dengan di belakang. Zaman sekarang kita memang harus jadi manusia yang tegas, jelas, efektif, dan efisien dalam kata dan perbuatan. Namun sepanjang manusia masih punya rasa dan nurani maka kesuksesan belum akan bisa maksimal tanpa interaksi dan komunikasi yang santun.

3 komentar:

  1. Kesantunan adalah hal yang mulia tanpa harus diikuti oleh niat-niat negatif. Yang utama adalah bagaimana membuat semua orang bisa nyaman untuk berinteraksi dengan kita.

    BalasHapus
  2. Kesantunan harusnya lahir didalam diri seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, karena tidak ada yang diharapkan oleh orang orang beriman dalam berlaku santun dalam mengeluarkan perkataan yang baik bersikap sabar dan memberi maaf selain mencari ridho Allah SWT karena Allah lah yang Maha Penyantun terhadap hamba-hambanya seperti firman Allah dalam surat Albaqarah ayat 263 dan surat Maryam ayat 96 serta surat al Isra ayat 23 s/d 24 karena apabila kita tidak dapat berlaku santun dan sabar kita tidak memperoleh paha kebaikan dari yang kita kerjakan sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Alqashash ayat 80. Bagaimana kita dapat bersikap santun apabila kita belum memiliki sikap sabar ? dan tidak memiliki pengetahuan tentang itu ? sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Alkahfi ayat 68

    BalasHapus
  3. Memang demikian lah yang sama-sama kita harapkan, Amin.

    BalasHapus