03 Maret 2009

Coffee Morning

Coffee Morning tentu beda dengan minum ke kedai kopi pagi-pagi. Kalau yang terakhir, yang lazim disebut minum atau ngopi, populer terutama di kawasan pantai Timur Sumatera. Meskipun coffee morning menggunakan bahasa Barat, namun keduanya mempunyai dua unsur pokok: sarapan yang tentunya juga menyediakan kopi dan pembicaraan atau bincang-bincang.

Suatu kali dulu, isteri saya yang bukan dari Sumatera heran melihat teman-teman kantornya yang setiap pagi suka pergi minum ke kedai kopi. Sampai dia mempunyai persepsi bahwa di rumah kawannya masing-masing tidak terbiasa sarapan pagi atau para lelaki di Pekanbaru memang punya kebiasaan yang dinilai kurang family friendly. Terlepas dari penyebabnya, saya hanya bisa membela bahwa para lelaki itu memang punya sifat kodrati untuk bersosialisasi. Meskipun sudah sarapan di rumah ia tetap ingin ke kedai kopi untuk melepas hasrat kodrati itu.

Kedai kopi hanya sekedar tempat untuk bertemu muka satu sama lain. Selain memang ingin sarapan atau melengkapi yang sudah didapat di rumah, berbagai hal dapat dibincangkan; sejak yang penting dan serius sampai yang remeh-temeh, sejak pemilihan ketua RT sampai pelantikan Obama, dan tak lupa pula menebar dan menangkap peluang bisnis.

Entah mana yang lebih dulu, rasanya lobi kedai kopi yang turun dari tradisi dagang Timur ini sudah ada sejak lama. Makanya kedai kopi lebih populer di negeri-negeri pantai sejak pesisir Cina, Vietnam, Thailand, Malaysia, pantai Timur Sumatera, dan pantai Utara Jawa. Dalam masyarakat modern sekarang, tradisi ini telah diadopsi dan masuk ke pakem bisnis dengan nama coffee morning itu.

Di negara-negara Barat tradisi ini dipakai untuk pertemuan-pertemuan informal dan sebagai pencairan suasana (ice breaker) antara para pihak yang berkepentingan. Untuk keperluan non-bisnis pun sudah lazim hal itu dilakukan karena efektif dan relatif murah karena kecnderungannya dengan cara self service.

Dengan cara ini para peserta mengalihkan sarapannya dari sendiri-sendiri menjadi bersama sambil berkenalan atau bincang-bincang ringan tentang isu-isu strategis yang berkenaan. Coffee morning bahkan sering lebih efektif dari pada rapat yang penuh pengarahan, atau workshop yang diikuti dengan tidak serius yang belum tentu membangkitkan tindak lanjut secara parsial. Apalagi hal bisnis atau investasi, jika cocok tentu interaksi dan tindak lanjut akan terjadi dengan sendirinya setelah pintunya terbuka di coffee morning yang memang domain otoritas atau asosiasi ini. An investor is not blind.

3 komentar:

  1. Kedai kopi, menjadi trend apalagi sejak bermunculan waralaba spt cofee bean's,starbuck(baru2 ini banyak menutup gerainya),dome, kunkaya dll juga brand2 lokal, saya sendiri bukan penggemar kopi, tetapi suka nongkrong di "warung kopi" karena itu layaknya kantor berita dari berita remeh temeh dan nyeleneh sampai isu politik tingkat tinggi, sebetulnya Pemerintah harus jeli melihat budaya lokal, guna menstimulasi roda ekonomi, kedai kopi atau kopi thiam what ever itu namanya yg penting lihat peran yang dimainkannya, didalam dunia pariwisata kuliner keberadaan mereka adalah IKON dari Kotanya, hal ini tidak jauh berbeda seperti halnya PUB(bagimana mereka memerankan peran sosial) juga Banjar di Bali(walau ini tidak komersil) melalui kopi pagi mari membangun negeri ini agar namanya harum kembali seperti kopi pagi yang telah banyak memberi inspirasi bagi anak negeri.

    BalasHapus
  2. setuju... tks sudah memperkaya tulisan ini.

    BalasHapus
  3. Makanya ada rubrik "A cup of coffee story". Atau this post is realy my cup of coffee story... gitu ya Pak?

    Salam kenal.

    BalasHapus