08 November 2008

Cicipilah Makanan Walaupun ke Negeri Cina

Kalau berkunjung ke negeri Cina (termasuk Taiwan & Hongkong), makan memang agak menjadi masalah. Di se antero dunia Chinese Food memang sudah terkenal, namun dari segi rasa belum tentu di semua kota di Cina sana sesuai dengan lidah seorang Melayu dari nusantara. Selain masalah rasa, bagi seorang Muslim pula cukup sulit untuk bisa makan dengan santai dan nikmat.

Ini bukan sekedar masalah selera tapi yang lebih prinsipil lagi adalah kepatuhan pada tuntunan hidup. Pengalaman saya berkunjung ke berbagai kota di Cina (termasuk di Taiwan: Taipei dan Hualien), meskipun dalam kunjungan wisata atau bisnis yang dengan guide, soal makan terpaksa jadi agenda khusus. Rasa sedap makasan Cina di negeri kita tidak mudah kita jumpai di sana karena rupanya itu memang berasal dari daerah-daerah di bagian Selatan atau Tenggara. Di restoran terapung Hongkong yang terkenal dan tarifnya selangit itu misalnya, masakannya memang "masuk" tapi di daerah lain rasa dan baunya agak berbeda; cenderung seperti bau obat tradisional Cina.

Dari sisi ingredient, perlu ekstra hati-hati. Konsep halal yang kebanyakan dimengerti mereka hanya soal ada atau tidak adanya "bak" (pork) dalam masakan itu. Restoran-restoran di sana tidak tahu bahwa yang masuk dalam golongan tidak bisa dikonsum seorang Muslim juga derivativenya seperti minyaknya (lard). Selain itu binatang hidup di dua alam (contohnya swike), dan golongan unggas yang tidak disembelih. Walaupun masalah sembelih ini bagi sementara pihak masih debatable jika kita di luar negeri, yang jelas hal ini tentu menimbulkan was-was di hati.

Pengalaman saya dan sekitar 15 teman beberapa bulan lalu di Shanghai cukup unik. Karena pilihan tempat makan halal terbatas (umumnya restoran timur Tengah atau Chinese Food orang asal Indonesia, tapi tetap ada menu tidak halalnya) dan sudah mulai bosan dengan rasa-rasa yang kurang pas itu, ketika malam terakhir di Shanghai kami dijamu dinner oleh beberapa pengusaha anggota Chamber of Commerce sana kami minta dengan makanan Muslim. Semua bergembira dan memang dari 19 jenis menu yang disajikan satu persatu, dari segi rasa "masuk", termasuk sejenis sup seperti sup kepala ikan yang rasanya asam, asin, pedas.... Nano-nano dan gurih lah pokoknya sehingga pada mau nambah.

Ketika mau minta tambah itulah ada yang nanya, ternyata itu swike yang menurut pengertian mereka, termasuk rekan kita Indonesian Chinese, tidak tahu bahwa itu tidak halal. Beberapa orang yang tahu langsung berlari ke kamar mandi, sementara yang tidak ikut makan pada terbahak-bahak yang mengherankan para host sampai akhirnya diceritakan. Saya yang berada di meja lain juga sempat tambuah setengah mangkok lagi dan menikmati dengan santai. Ketika pagi-pagi besoknya saya diberitahu, terjadi reaksi otomatis dan ketika lari ke kamar mandi sudah tidak ada lagi yang keluar.

Belum lagi masalah peralatan masak dan makan yang dipakai, seperti pisau, periuk, kuali, pinggan-mangkuk, dan alas pemotong daging (talenan). Jika itu tercampur dengan yang tidak halal tentu ada syariah atau ketentuan fiqh yang harus dipenuhi sebelum kita bisa menikmati makanan yang dihasilkan dari proses itu. Banyak restoran yang menyajikan masakan Muslim tapi rupanya hanya labelnya saja; juga tidal layak menggunakan predikat itu jika ternyata dilengkapi pula dengan belly dancing. Karena itu jika berkunjung ke Cina memang harus ketat dalam agenda makan.

Jika menggunakan travel agent, sejak awal sudah harus dibuat komitmen tentang agenda makan ini, termasuk defenisinya, mulai waktu pesan tiket pesawat. Seandainya ada, lebih baik memilih seafood atau telur dan sayur-sayur atau vegetarian yang masih bisa dijumpai di berbagai tempat. Sebagian orang berpendapat, golongan unggas juga termasuk yang dapat dikonsum karena dianggap disembelih oleh saudara para ahli kitab atau darurat. Namun karena debatable tadi, lebih baik menghindarinya. Masih banyak makanan lain yang bisa membantu kita tetap segar dan sehat untuk beberapa hari dan dapat dinikmati tanpa rasa was-was.

Sangat bagus sekali jika dalam rombongan ada rekan kita yang bisa berbahasa Mandarin sehingga sekali gus bisa membantu memeriksa ingredient dan sekali gus sebagai taster, kalau tidak mau makan menu istimewa, misalnya ikan steamed dengan kacang mete tapi rasa jamu. Jadi, kalau bisa bawa seorang Chinese spoken taster, cicipilah makanan walaupun ke Negeri Cina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar