15 November 2008

Kateter Jantung: Pengalaman Mendebarkan

Kateter jantung atau Coronary Angiogram adalah suatu proses medis untuk mengetahui kelancaran aliran darah dalam jantungi. Ketika menjalaninya, yang membuat saya cemas adalah tidak sesuainya ekspektasi saya bahwa kateter ini hanya sebuah tes biasa-biasa saja dengan pelaksanaan yang sebenarnya; pemeriksaan ini mempunyai proses seperti satu operasi ringan. Prinsipnya akan dimasukkan seutas selang ke dalam jantung melalui pembuluh darah kemudian melalui itu disemburkan sejenis cairan sensor yang tertangkap oleh “mata” peralatannya untuk dilihat di sebuah TV monitor. Cairan itu diteliti alirannya mengikuti darah sehingga dapat diketahui jika ada saluran atau urat darah di jantung yang menyempit atau tersumbat.



Karena nadi di tangan saya sempit maka akan dilakukan melalui nadi di paha dan dalam prosesnya bisa jadi akan ada pembiusan lokal atau total jika perlu. Sungguh tidak nyaman saya yang tidak sakit dan sepenuhnya sadar dipersiapkan untuk masuk ruang operasi. Saya harus menggunakan pakaian pasien yang hanya satu lapis dan karena di sekitar paha harus digunduli. Bagaikan PSSI yang kalah telak lawan kesebelasan Eropa, saya pasrah dicukur seorang petugas laki-laki dan jadi bahan candaan para perawatnya yang servicing dan ramah. Juga cukup pedih ketika perawat itu memasukkan sebuah jarum untuk pentil injeksi di nadi sekitar pergelangan yang baru berhasil setelah melakukannya dua kali.
Perasaan jadi lebih tidak enak lagi ketika mereka memasang gelang identitas pasien di lengan kiri dan saya harus menandatangani surat-surat pernyataan persetujuan terhadap resiko operasi yang mungkin timbul, padahal masuk rumah sakit itu seorang diri. Mungkin karena tahu saya gelisah, sebelum masuk ruang operasi saya diberi tiga butir pil warna putih ukuran sedang yang membuat saya akhirnya memilih berzikir dalam hati. Ranjang tempat saya tidur yang didorong pelan-pelan menuju ruang operasi, rasanya bagaikan roller coaster yang meluncur laju menuju meja operasi dan lalu disterilisasi dengan semacam antiseptik dan alkohol oleh dua orang suster. Sambil menunggu saya berfikir tentang kejutan terburuk yang akan terjadi dari pemeriksaan yang biayanya sekitar MR3100.00 ini sehingga mendorong saya terus berzikir sampai kurang lebih setengah jam sampai kemudian ketika Dr Nik masuk ruang operasi.
Melihat saya masih bangun, Dr Nik menyarankan saya tidur saja. Tapi karena malah banyak bertanya tentang proses pemeriksaan itu, sebaliknya dia malah menjelaskan secara ringkas prosesnya dan menganjurkan untuk sekalian ikut melihat ke TV monitor. Kemudian setelah menyebutkan bahwa akan sedikit pedih, dengan mengucapkan Basmallah dia menyuntikkan bius lokal di paha saya.

Selain rasa sakit ketika menyuntikkan bius itu, pemeriksaan yang berjalan hanya sekitar tiga puluh menit itu berjalan aman lancar. Saya dapat melihat bagimana dia menyorongkan selang biru muda dengan ukuran sekitar dua kali senar raket tennis ke dalam nadi paha saya kemudian muncul di dalam jantung tanpa saya merasa sakit atau tidak enak sama sekali. Dr Nik melalui selang itu menyemprotkan cairan tertentu ke dalam jantung dan mengamati alirannya sambil merubah-rubah posisi mata sensor serta memberikan penjelasan kapada saya. Jika ada penyempitan maka akan terlihat di monitor seperti yang ditunjuk dengan panah di gambar kiri ini (hasil orang lain sebagai contoh saja).
.
Alhamdulillah, Dr Nik menyalami saya dan menyampaikan rasa syukurnya bahwa tidak ada sama sekali penyumbatan atau penyempitan pembuluh dalam jantung saya. “Insya Allah bapak tidak perlu pemeriksaan seperti ini lagi dalam lima tahun ke depan. Tinggal jaga makan dan kesehatan saja,” ucapnya berlalu untuk menyiapkan laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan nyeri dada itu kemungkinan besar karena kejang otot dada, sedangkan pitam itu masih harus didiagnosa lebih jauh. Namun dengan hospitality Dr Nik dan rekan kerjanya serta hasil kateter jantung itu membuat saya merasa jauh lebih sehat. Bagaimanapun, saya bersyukur kepada Allah yang memberikan jantung sehat.

Dengan rasa syukur itu, ringan saja rasanya menjalani bed rest untuk kaki kanan selama enam jam kemudian. Handphone saya minta kembali dan mulai menyusun redaksi kata-kata dan berita yang menggembirakan kepada isteri dan memasang niat untuk menulis pengalaman ini untuk berbagi pada orang lain yang mungkin perlu. Juga memasang tekad tetap akan mempertahankan pola hidup sehat yang sudah berlangsung selama ini. Jam 23.00 malam itu dengan rasa syukur saya kembali ke hotel saya yang berada di seberang rumah sakit itu. Allahuakbar.

Sumber gambar:
www.mimg.com/cardiology_faq.html (coronary angiogram)
http://www.thewellingtoncardiacservices.com/our-treatments.asp (coronary angiogram1)
wo-pub2.med.cornell.edu/cgi-bin/WebObjects/Pu... (angio2)
http://www.jeffersonhospital.org/kit/heartcare/article14488.html (penyempitan)

5 komentar:

  1. Wah, mendebarkan mengikuti kisah pelaksanaan kateter jantung pak Feizal. Ohya, kalau tidak slah, suami saya dulu juga ditangani oleh Dr. Nik (waktu itu masih di MMC). Beliau memang dokter yang baik, dan tidak pelit memberikan penjelasan kepada pasien (banyak dokter malas menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya).
    Alhamdulillah, semoga jantung Bapak selalu sehat.

    Tuti Nonka

    BalasHapus
  2. Betul mbak Tuti, Dr Nik cukup populer karena ramah dan mau memberikan banyak penjelasan sehingga pasiennya jadi tenang. Tks doanya, semoga Allah memberikan kesehatan dan rezeki yang berkah kepada kita semua semua.

    BalasHapus
  3. saya sudah ke dokter jantung juga setelah mengalami 2 kali pingsan. alhamdulillah, jantung masih ok. serangkaian pengujian dan menunggu hasil itu yang membuat hati menciut.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah, rahmat YMK itu harus dapat kita jaga dengan pola hidup sehat dengan cara menjaga makan/asupan, habit, istirahat, dan juga sikap mental yang sehat. Betul, sebelum tahu hasilnya sangatlah mendebarkan. Semoga kita senantiasa diberi kesehatan.

    BalasHapus