14 November 2008

Maninjau: Kampung Halaman Buya Hamka




Ketika kami --The Backpackers--berkunjung ke Maninjau, setelah menikmati panorama indah ketika menuruni Kelok 44 dan sampai ke tepi danau, kami meneruskan perjalanan ke kampung halaman Buya Hamka (tentang sang legenda akan saya tulis khusus). Asal sang ulama dan pujangga besar itu adalah Kampung Molek, Nagari Batang, Kecamatan Tanjung Raya yang berjarak kurang lebih 15 Km dari ujung bawah Kelok 44. Menyusuri jalan aspal kecil di sisi kiri danau ke arah Barat, kami melalui banyak kampung dan lahan pertanian dengan suasana perdesaan yang cukup maju.



Rumah-rumah banyak yang bagus dan penduduk sepanjang jalan itu nampaknya memanfaatkan lahan dan potensi Danau Maninjau. Sawah dan ladang yang subur dikombinasikan dengan usaha perikanan menjadikan suasana di perkampungan sepanjang danau itu sungguh unik. Pepohonan, rumah, dan masjid yang berada di pinggir danau membuat pemandangan yang indah dan spesifik sehingga saat ini telah mengundang menculnya beberapa homestay. Di lingkungan inilah Buya Hamka lahir dan melalui masa kecilnya.

Sampai di Kampung Molek kami dengan mudah menemukan rumah dimana Hamka lahir karena sudah dijadikan museum. Rumah itu terletak dikaki bukit sebelah kiri jalan menghadap ke arah danau. Selain rumah itu, dalam halaman yang sama juga terdapat beberapa bangunan lain yang berkaitan dengan keluarga besar Hamka yang sekarang juga sudah dijadikan sebagai bagian dari museum. Bangunan-bangunan dan lingkungannya sudah dipugar dengan asri dan artistik ala rumah adat "bagonjong" Minangkabau.
Dibayangi oleh kebesaran Buya Hamka, kami rasanya tidak sabar untuk masuk ke dalam museum itu. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya petugas pintu museum itu datang dan membukakan kami pintu. Sebagaimana lazimnya di kampung, rumah yang berkaki itu tidak terlalu besar dengan beberapa kamar dan lebih didominasi oleh ruang bersama. Sudah menjadi tradisi di Minangkabau bahwa kamar hanya untuk orangtua dan anak gadis sedangkan para bujang sudah berkumpul dan mondok di surau atau masjid. Kamar-kamar itu masih didandani dengan perabot dan katil berkelambu layaknya masih dihuni kakek dan orangtua Buya Hamka.

Barang-barang peninggalan dan karya tulis Hamka dipamerkan di ruang bersama itu. Ada foto-foto lama dan reproduksi, tulisan tentang aktifitas Buya Hamka, barang-barang keperluan pribadi, dan karyatulis Buya Hamka. Museum dan isinya terlihat dibangun dan dipelihara dengan serius , meskipun saat ini bukan dikelola pemerintah tapi oleh keluarga. Para keluarga sang Buya, selain mengelola kompleks museum itu juga menyediakan cendera mata dan buku-buku karya Buya Hamka di sebuah rumah di depan museum.

Masalah pengelolaan ini nampaknya bisa mengancam keberadaan museum ini. Museum Hamka ini tentu seyogyanya dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan secara teratur mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengappresiasi karya dan pemikiran Buya Hamka. Tumpuan kepada pengunjung secara apa adanya tentu akan berdampak resiprokal pada penampilan museum ini dan pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaannya. Mudah-mudahan didapat titik temu antara pemerintah dan keluarga sehingga museum ini tidak jadi point of interest dengan tampilan sekenanya tapi jadi asset sejarah dan intelektual di Sumatera Barat khususnya, Indonesia umumnya. Semoga Buya Hamka tetap mendapatkan pahala dari pemikiran dan karya yang ditinggalkannya.

(Sumber 2 foto: travel.webshots.com/photo/2748533390027844447..., http://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-,%20Pahttp://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-Padang_Sumatra.htmlhttp://www.tripadvisor.com/LocationPhotos-g297726-Padang_Sumatra.html)

2 komentar:

  1. Wah sudah sampai ke Rumah Buaya Hamka ya Pak. Dulu waktu SD di Bukittinggi sering juga membaca karya roman Buya Hamka seperti "Tenggelamnya Kapal Vanderwijk"; "Di bawah Lindungan Ka'bah"; "Sayuti dan Hanafi" dll terbitan Balai Pustaka. Kalau dulu kami dapat dari meminjam di perpustakaan sekolah. Kalau mau beli sekarang dimana ya karena pengen juga membaca lagi. Dulu orang tua juga berlangganan Majalah Panji Masyarakat yang banyak mebuat tulisan-tulisan Buaya Hamka, juga kaset-kaset ceramah didikan subuhnya. Mudah-mudahan Museum Buaya Hamka bisa di kelola lebih baik lagi ya Pak dan tetap terjaga. Amin.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah bisa berwisata yang ada edukasinya juga. Kalau bukan kita yang menghargai tokoh seperti ini, siapa lagi kan? Kalau mau dapat buku-buku karya beliau, sebagian masih dijual di rumah keluarganya di depan museum itu. Mudah2an pikiran2 beliau tetap jadi asset bangsa kita.

    BalasHapus