17 Oktober 2009

Pengalaman Kecelakaan Mobil (1)

Pengalaman kecelakaan mobil pernah saya alami tiga kali; pertama ketika mengemudikan dan yang dua kalinya ketika menjadi penumpang. Alhamdulillah, dengan kuasa Allah saya terhindar dari cedera yang berarti dalam kedua kejadian itu.

Ketika masih bekerja di sebuah kontraktor di Jakarta tahun 1984, saya bersama beberapa young engineers difasilitasi kendaraan operasional “kijang kotak” station yang multifungsi, sebagai “mobil dinas”, angkutan staf/pekerja, ataupun beli material yang kecil-kecil. Karena jumlah supir terbatas, saya yang sering jadi pengemudi ketika pergi bersama rekan-rekan kerja lainnya. Maklum, saya baru masuk di kantor itu.

Sebagai fresh graduate dan sesuai dengan usia, masih banyak kebanggan diri; mengemudikan kendaraan juga masih senang menginjak pedal gas dari pada rem. Di jalan tol Jagorawi, kijang kotak itu bisa lari sampai 120 km/jam, apalagi kalau para staf yang menumpang di belakang makin memberi semangat. Biasanya, rekan saya yang duduk disebelah yang mulai bergumam namun tidak jelas karena desis angin dan suara kendaraan lain dari jalur berlawanan yang masuk dari jendela yang terbuka sebagian. Pokoknya lebih seru dari mikrolet…!

Suatu kali sekitar jam 15.00, kami lewat di sebuah jalan kecil di daerah belakang Taman Mini dalam keadaan hujan kecil. Jalan dua arah itu sempit dengan bahu jalan yang rendah karena tergerus air dan aspal dalam keadaan basah. Sebagai jalan tembus, jalan itu ramai, termasuk sepeda motor dan juga menjadi rute Metro Mini.

Pada suatu segmen yang lurus, kami berpapasan dengan sebuah Metro Mini yang seperti biasa sedang “kejar setoran”. Sebenarnya pada bagian yang lurus jalan itu sangat pas untuk berpapasan jika masing-masing kendaraan berada pada posisi yang tepat. Akan tetapi si mikrobis oranye tidak peduli yang membuat saya harus mengalah lebih ke pinggir sehingga ban mobil kami jatuh ke bahu yang rendah itu. Karena juga dalam kecepatan sekitar 60 km/jam, tepat sesaat habis berpapasan, “mikrolet” kami melintir ke arah belakang kembali dan menabrak pohon di seberang jalan. Anehnya mobil tidak terguling; hanya remuk pas di tengah-tengah bagian depan yang merusakkan radiatornya. It costed me about a month of my wage. Alhamdulillah, kami tidak cedera sedikit pun dan biaya itu akhirnya ditanggung oleh perusahaan karena kami memang sedang pergi tugas. Bagaimana pun, timbul juga rasa sesal; karena menegakkan ego, keselamatan dipertaruhkan. Sejak saat itu, saya lebih memilih mengalah ketika mengemudi karena nampaknya jalan-jalan kita (makin) banyak dipenuhi oleh orang-orang nekad.

Moral cerita: Kebanggan diri (ego) ketika muda dan penuh keberhasilan kadang bisa membuat kita lupa pada keberadaan dan kepentingan pihak atau orang lain, bahkan pada keselamatan diri dan orang banyak. Sayangnya kesadaran itu sering datang terlambat, ketika kecelakaan itu sudah terlanjur menimbulkan kerugian jiwa, tubuh, atau harta benda. Bagi kita yang masih dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, ketika mengemudi, mari lebih mengutamakan keselamatan dari pada ego, apalagi jika sedang bersama orang-orang yang kita sayangi. Tapi bagaimanakah memberikan pengertian ini pada mereka yang masih “menggelegak” tanpa harus ada korban lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar