22 September 2008

Sagu: Jasa Bridging Food



Sagu adalah pati berupa butiran atau tepung putih yang didapat dari teras batang rumbia (Metroxylon sago Rottb.). Pohon rumbia banyak tumbuh di rawa-rawa gambut di daerah pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Irian. Meskipun gizinya kurang, sagu mengandung banyak karbohidrat sehingga bisa dijadikan bahan makanan pokok di daerah-daerah yang tidak ada beras.

Sagu yang karakteristiknya mirip dengan tapioka sudah bermanfaat sejak dulu. Pada zaman penjajahan, untuk memperlemah perlawanan rakyat, Belanda mengembargo beras ke suatu daerah. Untuk daerah pesisir Riau yang memang tidak banyak beras, masyarakat lebih mengandalkan sagu sehingga embargo Belanda tidak begitu efektif,

“Kamu orang miskin yah, tidak punya makanan. Kalau mau ikut Belanda, nanti kita orang kasih beras, heh…!??!!” kata opsir-opsir Belanda membujuk penduduk supaya tidak berontak.

Pada zaman kemerdekaan namun waktu masih sangat susah dulu, sagu juga sudah berjasa pada generasi yang sekarang sekitar 50-60 tahun. Jika tidak ada beras atau di daerah yang secara tradisi makanan pokoknya memang sagu seperti Maluku dan Papua, sagu telah menggantikan beras sebagai sumber karbohidrat. Di daerah pesisir Riau, sagu dijadikan bubur (di Papua disebut papeda) atau semacam kerak telor yang diamakan dengan gulai ikan asam pedas atau ikan asin. Sagu lah yang telah berjasa jadi bridging food yang sekarang jadi nostalgia mereka-mereka yang pernah mengalaminya. Karena itu ok ok saja kan diversifikasi makanan berbahan dasar beras ke sagu? (foto pohon sagu dari Wikipedia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar