30 September 2008

Mudik, perlu redefenisi

Saban lebaran atau libur panjang, mudik ke kampung halaman atau ke tempat orangtua atau keluarga sudah hampir jadi suatu kegiatan ritual. Kata dasar mudik adalah udik yang artinya daerah hulu sungai. Secara historis penduduk tradisional kita memang mendiami daerah pesisir sungai yang merupakan prasarana dan sarana kehidupan. Udik atau hulu adalah asal, hilir adalah perantauan.

Dalam kehidupan modern sekarang, tanpa terlalu banyak terpengaruh pada keberadaan sungai, kependudukan terpola menjadi rural dan urban. Semula daerah udik menjadi rural sedangkan hilirnya adalah daerah urban atau perkotaan. Di tengah gemuruh modernisasi yang kadang dirasakan lebih tepat sebagai westernisasi, daerah urban berkembang sangat pesat sehingga merubah wajah daerah rural atau mendesaknya lebih ke pedalaman lagi.
Perubahan yang drastis ini, berikut budaya duniawi yang sangat sengit pengaruhnya, manusia-manusia urban hidup dalam budaya yang makin miskin secara rohaniah-spiritual. Kehidupan di perkotaan berpacu dengan pemenuhan dahaga ekonomi yang tak pernah berhenti se detik pun sehingga sering menjadi kehilangan ruh kemanusiaan. Waktu demikian sempit dan banyak habis untuk hal-hal yang di luar produktifitas yang hakiki. Tanpa perlu menyebut keadaan-keadaan dimaksud satu per satu, kehidupan di perkotaan menjurus individualistik, artifisial, materialistik, konsumtif, dan ada yang mulai menjurus ke hedonistik.

Di tengah hiruk pikuk ini, relasi dan ikatan antar manusia perkotaan melemahkan pengaruh dan nilai-nilai primordial. Kehidupan perkotaan cenderung sangat rasional berlandaskan kepentingan ekonomi dan profesi. Dalam berbagai momentum kifayah -- bahkan kematian pun -- peran hubungan persaudaraan, tentangga, dan sanak famili secara parsial dan menerus beralih ke penyelenggara profesional.

Akan tetapi pada momentum-momentum primordial ternyata orang sangat merindukan hubungan dalam kerangka ruh kemanusiaan tadi. Tali persaudaraan direngkuh, masa kecil kembali dikenang, dan lambang-lambang keudikan atau asal dipajang dalam gerak langkah yang sempit dan susah payah. Tanpa mengenal lelah dan untung rugi, pada saat lebaran ini rasa itu ditumpahkan guna dapat berkumpul dengan orangtua dan sanak famili. Dari polling sederhana di blog ini, ternyata sebagian besar para pengguna internet masih memilih mudik dalam liburan lebaran. Tak heran jika mudik nyaris menjadi kegiatan ritual dengan dalih silaturrahim.

Silaturrahim memang harus terus dijaga dan dipererat, apatah lagi dengan orangtua atau keluarga. Ia dapat menjaga agar ruh kemanusiaan tetap menyala dan memudahkan kerja-kerja berjamaah atau mengembangkan networking. Silaturrahim yang seyogyanya khidmat tidak patut terganggu oleh cara-cara mudik yang panik dan kalap sehingga jadi kegiatan high cost economy.

Di era informasi ini banyak cara yang dengan mudah dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ekses mudik secara tradisional. Memang, sebuah sms atau suatu percakapan telepon tidak dapat menggantikan sungkeman atau nostalgia makan gulai ketupat bersama keluarga, namun silaturrahim tidak harus seasonal seperti kecenderungan saat ini. Jika memang harus tetap mudik, kita bisa melakukan perjalanan dengan persiapan yang lebih baik sehingga terlaksana secara well organized.

Dengan berbagai media komunikasi dewasa ini mestinya kita bisa memelihara silaturrahim tetap erat. Internet dan alat telekomunikasi -- termasuk video call -- dapat memudahkan komunikasi jarak jauh guna memecahkan permasalahan yang ada dan mengurangi tensi kerinduan hubungan kekeluargaan atau primordial. Komunikasi yang intensif dan terpelihara sepanjang waktu adalah faktor kunci dalam pengembangan silaturrahim. Tidak heran jika mereka yang silaturrahimnya terpelihara mudik dengan santai dan sangat menikmati meskipun kunjungannya relatif singkat.

Silaturrahim yang didukung komunikasi yang kuat akan bisa meredefinisikan fungsi dan tujuan mudik yang merupakan kegiatan kultural-religius ini. Bersama-sama dengan pembenahan infrastruktur perhubungan dan komunikasi maka kita bisa mereduksi mata rantai mudik yang tidak efisien seperti kemacetan, kecelakaan, atau utilisasi sarana angkutan yang tidak tepat atau boros. Adanya silaturrahim yang terjaga baik, mudik bisa jadi alternatif, baik secara skala waktu atau pun kegiatan, yang dapat kita atur priorotas dan pacing-nya. Untuk memulainya ada pada mindset kita sendiri!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar