23 September 2008

Menanam dan Menuai Kebaikan

Seorang sahabat, yang sebenarnya masih paman saya, meninggal dunia semalam (Senin 22 September 2008) pada saat saya sudah terlelap. Meninggal adalah kodrati tapi akan menjadi suatu hal yang istimewa jika ada kesan atau tauladan yang dapat dipetik dari seseorang yang mendahului kita menghadap Sang Maha Pencipta. Sahabat saya ini banyak memberikan pelajaran dan kesan yang mendalam tentang kehidupan.

Meskipun hanya tamat SLTA dan seorang pensiunan pegawai biasa di Dinas Koperasi, sosok sahabat itu ternyata sangat besar. Di kantor dia terkenal sebagai seorang yang jujur, suka menolong, dan bertanggungjawab pada pekerjaannya. Suatu kali dia curhat bahwa dia ingin menolak jadi bendaharawan karena nuraninya tidak tahan menghadapi keadaan zaman. Saat orang berebut-rebut ingin punya jabatan atau tugas yang basah, akhirnya dia memang melepaskan “kesempatan” itu.

Di masyarakat lingkungannya dia memang merupakan sosok yang disegani. Suatu kali pula di kampung kami bergejolak konflik antara kelompok yang merugikan masyarakat (sebut saja preman) dengan masyarakat pada umumnya yang didukung oleh para perantau. Preman-preman ini menggunakan segala cara, termasuk ilmu hitam, untuk menakut-nakuti masyarakat dan perangkat desa sehingga para perantau tidak berani pulang kampung. Di tengah situasi demikian, sahabat saya inilah yang berani masuk dan ternyata tidak mengalami gangguan apa-apa.

Ketika saya tanya apa rahasianya, dia hanya tersenyum sambil berkata: “Niat kita kan baik, Lillahi Taala.” Ketika saya selidik apa dia pakai ilmu tertentu, jawabnya: “Selama kita yakin dengan Yang Maha Kuasa, Insya Allah kita akan dilindungiNya. Rajin-rajin aja membaca Al-Quran, di dalamnya banyak ayat-ayat yang berisi doa mustajab.” Yang jelas dia memang seorang yang baik hati dan sangat santun pada orang lain.

Setelah pensiun pun dia tetap seorang “pejuang”. Dia tetap berusaha untuk mendukung ekonomi keluarga dengan bekerja apapun dan memelihara sedikit kebun sawitnya. Hebatnya secara profesi dia masih menyempatkan untuk mengabdikan diri sebagai pengawas beberapa koperasi dan jadi pengurus yayasan yang tentunya jauh dari keuntungan ekonomi pribadi. Dengan tidak kenal lelah dia berurusan kerja sosial kesana kemari dengan sebuah motor tuanya tanpa pernah hitung-hitungan biaya perjalanan atau balas jasa.

Dalam keluarga pun dia seorang ayah dan suami yang sangat dicintai anak-anaknya. Dengan keadaan ekonomi yang seadanya, dia terus mendorong studi dan kebahagiaan anak-anaknya. Sebagian besar anaknya sudah lulus dari perguruan tinggi dan mendapat menantu orang-orang yang berpendidikan.

Dalam aktifitas itulah suatu hari dia mengalami musibah di kebun sawitnya, diserang kawanan lebah hutan yang diduga terganggu predator lain. Dia sempat disengat ratusan lebah di kepala dan badan sebelum menceburkan diri ke parit di kebunnya. Sejak itu memorinya on-off sehingga kami sahabat dan kaum familinya mulai merasa kehilangan. Upaya pengobatan nampaknya belum berhasil.

Dalam keadaan demikian, dia masih dapat “menuai” apa yang “ditanam”nya. Dalam keadaan off pun dia masih ingat untuk sholat, meski kadang tidak sempurna. Sampai kemaren dia tetap puasa dan tarawih. Kemaren siang dia ikut ke bandara mengantarkan putri dan menantunya yang akan ke Mesir untuk belajar. Juga ikut seorang putrinya yang lain yang akan menyusul suaminya yang sudah di Sudan belajar S3. Malamnya dia tidak enak badan dan dibawa ke rumah sakit.

Minggu lalu sebenarnya saya sudah berniat untuk menjenguk ke rumahnya hari Selasa ini. Niat saya itu rupanya terkabul tadi subuh, namun setelah dia pergi untuk selamanya. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan menerima semua amal kita, Amin.

2 komentar:

  1. Dear Pak Feisal,
    Siapapun dia dalam tulisan ini, dia mempunyai pengalaman hidup yang sangat berharga; yang bisa dijadikan salah satu teladan.
    Tulisan Bapak tentang "dia" sangat menarik. Kita harus senantiasa mengisi kalbu kita dengan pencerahan seperti tulisan ini, agar kita "tidak mati rasa" tentang kebenaaran, kebaikan, dan keindahan. Lebih dari itu, agar kita tetap iman kepada Allah SWT.
    Salam,
    ZH ( http://bangherri.com }

    BalasHapus
  2. Betul bang Herri, karena itulah saya menulisnya. Mudah2an manfaat buat pembaca. Tks komennya, met Idul Fitri. Wassalam.

    BalasHapus