23 Oktober 2008

Bintan: Lagoi nan Eksklusif dan Nostagia Batam

Bintan juga punya kawasan wisata yang ekslusif. Hari ke tiga kami akan mengunjungi Lagoi dan menruskan perjalanan ke Batam yang merupakan kota nostalgia The Backpackers (the B). Setelah sarapan kami check-out dan meluncur menuju ke kawasan wisata Lagoi di Bintan Utara. Jalan yang kami ikuti, sebelum berbelok ke Barat di daerah Berakit untuk masuk kembali ke jalan arteri Bintan, masih menyusuri tepi pantai melewati kawasan wisata Pantai Trikora. Selain beberapa resort, daerah ini merupakan kawasan wisata umum yang banyak dikunjungi pada hari-hari libur.


Pantai Trikora
Terletak di sebuah teluk, Pantai Trikora merupakan pantai yang landai dengan hamparan pasir putih yang disambut oleh lidah laut nan biru dan tenang. Tebing pantainya juga masih kombinasi antara pepohonan dan singkapan batuan granit yang terajut menjadi gubahan alam yang mendecakkan. Ketika saya mampir beberapa waktu dulu, cukup ramai pengunjung yang menikmati keindahan pantai atau bermain di laut sambil menikmati kelapa muda di bawah lambaian pohon kelapa.

Sayang sekali objek wisata ini baru dikembangkan sekedarnya. Tempat pengunjung dikelola oleh masyarakat secara tradisional; ketersediaan sarana dan layanan masih sangat minimal dan seadanya, termasuk urusan kebersihan. Entah karena lahan-lahan disepanjang pantai itu milik perorangan atau karena hanya mengandalkan sumberdaya manusia dan dana pemerintah daerah saja, kawasan wisata ini bagaikan batu mulia yang belum diasah. Selain pantai, kebun kelapa yang sudah tua dan rerimbunan hutan belukar sepanjang jalan merupakan pemandangan yang menarik.

Jalan menuju Lagoi di sekitar pantai Trikora

Jalan lokal dari Trikora ke Lagoi ini sangat cocok untuk mereka yang suka road cycling, pikir saya. Ketika saya surfing di internet, ternyata memang sudah ada klub sepeda demikian yang didirikan oleh orang dan bermarkas di Singapura!! Kadang sedih juga kok banyak tempat-tempat di negeri kita lebih dinikmati oleh orang dengan murah tanpa banyak membawa dampak kemakmuran pada masyarakat setempat.

Perjalanan ke Lagoi makan waktu hampir dua jam, termasuk di jalan dalam kawasan wisata Lagoi. Jalan yang dibuat oleh pengembang sangat mulus dengan geometri yang baik. Tempat yang kami tuju adalah Pantai Mana-Mana yang sekarang namanya Nirwana Beach Club.


Nirwana Beach Club (dulu pantai Mana-Mana), Lagoi

Kawasan Lagoi yang diresmikan oleh Presiden Soeharto dan PM Singapura Goh Chok Tong 18 Juni 1996 ini memang ekslusif. Disana terdapat beberapa resort pantai mewah dengan hotel bintang lima dan lapangan golf yang lebih cenderung dipasarkan untuk orang asing melalui Singapura. Ada satu hole par 3 di padang golf Ria Bintan yang terkenal karena pemandangannya sungguh breathtaking. Jumlah kunjungan wisman mencapai 40 ribu orang per bulan dengan tarif dollar sehingga menjadi kawasan yang asing bagi masyarakat Bintan sendiri. Karena itu juga, the B memilih menginap di Teluk Bakau dan hanya mencoba berbagai alat water sports di Nirwana Beach Club sampai sekitar jam 14.00, kemudian menuju Tanjung Uban.


Breathtaking Hole 9 (Par 3) of Ria Bintan Golf Course (from Internet)

Setelah makan siang di Tanjung Uban kami langsung menyeberang ke Telaga Punggur, Batam, dengan speedboat umum dan menuju ke arah kota. Di daerah Sukajadi kami mampir untuk sholat di sebuat masjid yang cantik dan bersih, sebelum mengenang masa lalu ketika kami tinggal di Sungai Harapan, Batam, tahun 1993-1994. Pertama kami mengantarkan Affan melihat sekolah TK Kartini-nya, ke rumah yang pernah kami tempati, terus ke SD Kartini tempat Ashri dan Dani sekolah, dan Kantor Dinas PU Batam.
Tak lupa kami juga menyempatkan berputar-putar di kawasan perbelanjaan Nagoya. Sangat terasa saat ini tidak begitu ramai lagi pengunjung di Nagoya; selain keperluan wanita seperti parfum, tas, sepatu, dan semacamnya, barang-barang yang dijual juga terbatas dan kurang uptodate. Kami coba window shopping di toko kamera dan alat-alat komputer, lebih baik kita membeli barang-barang sejenis di Jakarta yang lebih lengkap dan harganya hampir sama.
Malam itu kami kembali menyempatkan menikmati kuliner ikan di Seafood Sampan. Disebut demikian karena tempat makan ini memajangkan ikan mentahnya dalam wadah berupa sampan untuk dipilih oleh peminat; bisa dibakar, goreng, steam, masak asam manis atau tauco. Kami memilih menikmati ikan lobam (baronang) bakar, kangkung belacan (cah terasi), dan lokan asam manis di meja di bawah langit, sesuai dengan ke khasan makan di situ.

Setelah beristirahat malamnya, hari berikutnya adalah perpisahan. Anggota the B terbagi dua; tiga orang yang kuliah di Bandung langsung dari Batam ke Jakarta sedangkan saya bertiga kembali ke Pekanbaru. Meskipun kami sudah bersama-sama tiga hari, perpisahan itu terasa cukup menyesakkan karena tidak berlangsung di rumah. Dengan sedikit sendu dan mata berkaca-kaca the B masuk ke dua ruang tunggu bandara yang berbeda. Anyway, alhamdulillah kami sudah diberi kesempatan untuk mengagumi kebesaranNya dengan penuh rasa kebersamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar