10 Oktober 2008

Telatah Melayu: JALAN MENYAMPING

Atan dan Pudin sedang berbincang-bincang dalam rumah, ketika Awang masuk. Karena pintu tidak terbuka lebar, ketika masuk tadi Awang berjalan agak menyamping.

“Ha.. apa bual dengan Atan pagi ni, bang Pudin?” tanya Awang.
“Biasa lah, sesuai berita di tivi tu… kan Amerika tu sedang kena krisis,” jawab Pudin.
“Krisis? Mana mungkin Amerika krisis, bang? Orang putih tu bukan macam kita ni…,” kata Awang berteori.
“Nah itu lah awak, tak ngikuti berita..!!” sergah Atan. “Tak dengar kah bahwa salah satu penyebab krisis Amerika tu karena kerja tak patut Wak Leman?”
“Wak Leman? Wak Leman mana?” tanya Awang penasaran. Pudin tersenyum karena tahu Atan mempelesetkan Lehman Brothers. Kemudian dia bertanya:
“Tak dengar berita, Wang…? Dah heboh dunia ni karena harga saham jatuh,”
“Maklumlah bang, aku ni baru bangun setelah berita habis. Siang kerja, malam nak nonton video pula,” kilah Awang.
“Suka hati awak lah,” sambut Atan, “Tapi aku nak tanya, apa pasal masuk pintu tu tadi bang Awang jalan menyamping?”
“Iya kah? Betul bang Pudin?” tanya Awang heran.
“Nampaknya memang gitu tadi,” jawab Pudin.
“Tak sadar aku, bang. Pintu pun agak terkatup tadi,”
“Kan bisa dibuka lebar, tapi kira-kira aku tahu kenapa abang gitu..,” potong Atan. “Mungkin bang Awang bulan puasa sering masuk pintu yang sempit . Jadi sekarang terbawa-bawa.,” sindir Atan dengan nada bergurau.

Sudah jadi rahasia umum memang bahwa Awang jarang puasa dan pagi hari sering masuk ke kedai kopi Babah Aliong yang selama bulan puasa pintu rukonya hanya terbuka selembar. Untuk orang yang relatif gemuk seperti Awang, masuknya harus jalan agak menyamping. Itulah sebabnya orang yang sengaja tidak puasa sering disebut jalan menyamping.

“Ah kau ni Tan, dah menuduh aku pula…” jawab Awang.
“Bukan menuduh… kata orang, alah bisa karena biasa. Jadi kaki abang tu dah terlatih masuk pintu dengan menyamping tu,” gurau Atan lagi tanpa ragu-ragu.
“Maksud engkau, aku ke kedai Babah Aliong tu?” tanya Awang penasaran.
“Aku tak cakap gitu… sebagai kawan abang, kalau aku nampak abang masuk sana akan aku tarik abang keluar,” bujuk Atan agar Awang tidak marah.
“Kalau ada yang masuk situ, Babah Aliong tu lah yang salah, kenapa dia buka dalam puasa ni,” kata Awang membela diri.
“Makanya geram aku, bang. Puasa datang nak aku demo dengan budak-budak kampung ni supaya dia tak jualan. Kalau perlu dihancurkan kedai kopinya macam yang dibuat orang dalam berita tivi tu,” ujar Atan emosi.

Pudin yang dari tadi hanya tersenyum mengikuti cakap keduanya menyela:
“Eh tak boleh begitu lah, Tan. Kita tak boleh memaksakan kehendak macam tu tapi harus cari cara yang bijak. Karena itu aku memandangnya terbalik,”
“Macam mana, bang?” tanya Awang dan Atan.
“Babah Aliong kan harus cari nafkah dan di kampung ni kan tak semua orang puasa. Biar aja kedai kopi dia tu buka macam biasa, tak perlu ditutup-tutup. Kalau ada orang Melayu masuk, biar nampak dan malu dia.”
“Tapi kan mengganggu dan tak menghormati orang puasa?” bantah Atan.
“Kalau puasa tu dari hati, sekali pun orang makan minum depan kita, Insya Allah tak akan tergoda,”
“Bagaimana dengan anak-anak atau orang yang tak kuat puasa, bang?” tanya Awang melihat ada peluang.
“Itulah pembelajaran buat anak-anak tentang godaan puasa dan kejujuran yang harus ditunjukkan oleh kita-kita orang dewasa ni,”
“Betul juga kata bang Pudin tu. Ya tak bang Awang?” ucap Atan sambil melirik Awang.
“He eh.. iya…,” jawab Awang malu-malu.
“Jadi suai?” tanya Pudin.
“Suai bang,” jawab kedua teman Pudin itu.
Selanjutnya mereka meneruskan perbincangan mereka untuk memperjuang ide Pudin itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar