09 Oktober 2008

Khas Riau: Festival Lampu Colok


Sudah jadi tradisi orang Melayu di kampung-kampung dalam Provinsi Riau untuk meramaikan sepuluh hari terakhir puasa dengan memasang lampu colok di sekitar rumah. Lampu berbahan bakar minyak tanah dengan sumbu tunggal ini (teplok), jika jadi kerja berjamaah suatu kampung, pada umumnya dipasang dengan konfigurasi gerbang berkubah atau mesjid. Sekarang tradisi ini didorong oleh pemerintah daerah menjadi event publik dengan label Festival Lampu Colok yang mempertandingkan kreatifitas konfigurasi dan fugsinya dengan puncak keramaiannya pada malam ke 27 Ramadhan.

Untuk mempersiapkan konfigurasi colok yang akan dipertandingkan, semua lapisan warga kampung ikut terlibat. Para bapak-bapak secara gotong royong membangun rangka dan bentuk konfigurasi tempat lampu colok akan digantungkan yang dibantu dengan sukacita oleh pemuda dan anak-anak, termasuk membuat lampunya dari kaleng bekas minuman yang diberi sumbu. Para ibu biasanya juga ikut menyediakan kain yang sudah tidak dipakai lagi untuk sumbu ratusan lampu colok yang disiapkan. Meskipun kadang ikut berkorban minyak tanah, nampaknya kemeriahan ini telah jadi milik bersama.



Setelah selesai berbuka dan sholat maghrib, anak-anak dengan heboh segera menghidupkan colok di sekitar rumah masing-masing. Sedangkan untuk festival biasanya baru dinyalakan mulai malam ke 27 Ramadhan sampai malam takbiran. Tidak kurang bupati atau walikota yang membuka festival ini dengan menyalakan sebuah konfigurasi lampu colok di lokasi acara pembukaan. Kemudian tim juri akan berkeliling dari kampung ke kampung untuk menilai konfigurasi yang ikut lomba. Bila diberi sentuhan teknis dan seni, niscaya festival lampu colok ini bisa lebih ditingkatkan dan dan lebih meriah.




Gambar paling bawah adalah pemenang festival tahun ini di Bengkalis.

Sebagaimana yang sering disebut malam likuran di daerah lain, festival lampu colok ini memang membawa kemeriahan Ramadhan. Di kampung-kampung yang tidak ada listrik maka lampu colok jadi teman mereka yang pergi tarawih atau tadarus di masjid yang bisa berlangsung sampai menjelang sahur. Akan tetapi tradisi non-ritual ini jika tidak dicermati malah jadi kontra-produktif seperti membuat anak-anak lupa tarawih dan tadarus karena keasyikan bermain dengan colok. Pernah juga pada saat pembukaan festivalnya ditambah dengan membunyikan mercon atau memasang kembang api yang mana keduanya akan mengganggu kekhusukan ibadah Ramadhan. Dan yang harus hati-hati lagi, jangan terlalu dekat dengan colok jika tidak mau muka atau lubang hidung kita jadi hitam…..!!! (Pictures courtesy of www.skyscrapercity.com, Kompas, Riau Pos, riau2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar